Menunaikan umrah ke Tanah Suci tentunya menjadi impian setiap muslim. Sayangnya, tak semua orang bisa melaksanakan ibadah yang satu. Umrah yang dilaksanakan untuk kedua kalinya hukumnya adalah sunah.
Banyak yang tak bisa mewujudkan impiannya berumrah lantaran biaya yang mahal. Setidaknya dibutuhkan biaya Rp20 jutaan untuk bisa berangkat umrah. Dan bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan, tentu butuh waktu bertahun-tahun untuk menabung.
Namun di sini lain, banyak pula muslim beruntung yang dianugerahi harta berlimpah sehingga bisa sering bolak-balik ke Tanah Suci untuk berumrah. Pertanyaannya, apakah umrah berkali-kali seperti itu diperbolehkan dalam Islam? Bagaimana pandangan Islam yang sebenarnya tentang hal tersebut? Berikut ulasannya.
Suatu ibadah agar diterima oleh Allah, harus terpenuhi oleh dua syarat. Yaitu ikhlas dan juga harus dibarengi dengan mutaba’ah (mengikuti contoh Rasul). Sehingga tidak cukup hanya mengandalkan ikhlas semata, tetapi juga harus mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umrah termasuk dalam kategori ini. Sebagai ibadah yang disyariatkan, maka harus bersesuaian dengan rambu-rambu syariat.
Jumlah Umrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sepanjang hidupnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak 4 kali.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, ” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan umrah sebanyak empat kali. (Yaitu) umrah Hudaibiyah, umrah Qadha’, umrah ketiga dari Ji’ranah, dan keempat (umrah) yang bersamaan dengan pelaksanaan haji beliau.” (HR. Tirmidzi, no 816 dan dan Ibnu Majah no. 2450)
Menurut Ibnul Qayyim, dalam masalah ini tidak ada perbedaan pendapat (Zadul Ma’ad, 2:89). Setiap umrah tersebut, beliau kerjakan dalam sebuah perjalanan tersendiri. Tiga umrah secara tersendiri, tanpa disertai haji. Dan sekali bersamaan dengan haji.
Pertama, umrah Hudhaibiyah tahun 6 H. Beliau dan para sahabat yang berbaiat di bawah syajarah (pohon), mengambil miqat dari Dzul Hulaifah Madinah. Pada perjalanan umrah ini, kaum musyrikin menghalangi kaum muslimin untuk memasuki Kota Mekah. Akhirnya, terjadilah perjanjian Hudaibiyah. Salah satu pointnya, kaum muslimin harus kembali ke Madinah, tanpa bisa melaksanakan umrah yang sudah direncanakan.
Kemudian, kaum muslimin mengerjakan umrah lagi pada tahun berikutnya. Dikenal dengan umrah qadhiyyah atau qadha pada tahun 7 H. Selama tiga hari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Mekah. Dan ketiga, umrah Ji’ranah pada tahun 8 H. Yang terakhir, saat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan haji wada’. Semua umrah yang beliau kerjakan terjadi pada bulan Dzul Qa’dah.